KHUTBAH JUM’AT : PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Oleh :

AHMAD RAJAFI SAHRAN, M.Hi

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى خَلَقَ اْلاِنْسَانَ زَوْجَيْنِ اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ سَيِّدِ اْلاَطْرَفَيْنِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ هُمْ سَعَدُوْا فِى الدَّارَيْنِ  اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ  لاَشَرِ يْكَ لَهُ وَهُوَا خَالِقُ اْلإِنْسَانِ ، وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِى قَدْ عَلَّمَنَا اْلإِ يْمَانَ وَاْلإِسْلاَمَ وَاْلاِحْسَانَ {أَ مَّا بَعْدُ}

فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَ ى اللهِ ، اِتَّقُوا اللهَ مَاسْتَطَعْتُمْ ، وَسَارِعُوْا إِلىَ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَ لاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَ اَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ .

فَقَالَ اللهُ تَعَالىَ فىِ الْقُرْآن ِالْكَرِ يْمِ : اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ، لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأ َيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَتِلْكَ اْلأَمْثَالُ نَضْرِ بُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ{الحشر : 21}

صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْم وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ الْكَرِ يْم وَ نَحْنُ عَلَى ذَالِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِ يْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

 Hadirin Sidang Jum’at yang Dirahmati Oleh Allah swt.

Sebagai seorang khatib disetiap jum’at selalu berwasiat kepada diri khatib sendiri dan juga kepada seluruh jama’ah jum’at untuk terus meningkatkan kualitas taqwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala yakni dengan cara melaksanakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangannya tanpa harus memilih-milih perintah dan larangan yang selaras bagi diri kita saja dan menafikan perintah dan larangan lainnya.

Hadirin Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Pada akhir abad ke-20, di tanah Eropa muncul pemikiran feminis oleh para aktifis perempuan yang diakibatkan karena adanya ketidakadilan gender. Islam yang juga menyebar ke tanah Eropa pada saat itu, ternyata tidak bisa terlepas dari geliat pemikiran tersebut yang dikaitkan dengan kesadaran baru atau yang dikenal dengan oksidentalisme dan kesadaran post-kolonialis. Feminisme, adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi berupa kesamaan hak dan keadilan dengan pria. Hal ini di Eropa dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet.

Namun hadirin, akibat westernisasi berpikir yang dilakukan oleh muslim feminis, yang kemudian menganggap warisan pemikiran Islam sesuatu yang mengekalkan ketidakadilan gender dan mengekalkan dominasi laki-laki atas wanita, maka mereka menolak konsep kepemimpinan rumah tangga bagi laki-laki, kewajiban berjilbab dan kebolehan poligami. Sebaliknya, mereka malah membolehkan wanita menjadi imam shalat dalam jama’ah yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, serta membolehkan wanita memberikan khutbah Jumat dan mengumandangkan adzan seperti yang dilakukan oleh Dr. Aminah Wadud beserta jama’ahnya di gereja Anglikan Manhatan New York Amerika Serikat.

Selain dari pada itu, pemikiran feminis Islam yang paling ditonjolkan saat ini, termasuk oleh para pemikir liberal Islam di Indonesia adalah kampanye diperbolehkannya nikah beda agama tanpa batas. Lalu bagaimanakah al-Qur’an memandang tentang masalah pernikahan beda agama tersebut? Allah swt telah berfirman di dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 221 :

وَلاَ تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وََلأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلاَ تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ {البقرة : 221}

 Artinya : “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” [QS. al-Baqarah : 221]

Hadirin Rahimakumullah.

Ayat yang baru saja kita simak bersama, memunculkan dua buah tafsir yang berbeda yakni antara kaum feminis-modernis-liberalis seperti Rasyid Ridho, dan tafsir tradisionalis-moderat seperti yang narasikan oleh Muhammad Quraish Shihab seorang mufassir terkemuka di bumi Indonesia ini. Menurut Rasyid Ridho di dalam Tafsir al-Qur’an al-Hakim, bahwa kalimat ولا تنكحوا المشركات   dan ولا تنكحوا المشركين  diungkapkan dengan kalimat yang umum, namun memiliki pengertian yang khusus, di mana kata musyrik maksudnya adalah para penyembah berhala pada saat al-Qur’an diturunkan. Oleh karenanya, bagi mereka ayat tersebut tidak tegas melarang menikah dengan orang musyrik selain bangsa Arab, seperti Konghucu, Hindu, Budha, dan lain sebagainya.

Berbeda dengan Prof. Dr. Muhammad Qurasih Shihab dan yang sejalan dengan pemikiranya, di dalam Tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa kata musyrik disematkan bagi siapa saja yang percaya bahwa ada Tuhan bersama Allah, atau siapa pun yang melakukan aktivitas yang bertujuan utama ganda, pertama kepada Allah dan kedua kepada selain Allah. Dengan demikian, semua yang mempersekutukan Allah melalui perspektif ini adalah musyrik, termasuk kaum Yahudi dan Nasrani ketika menjadikan utusan-utusan Allah sebagai anak-anak Tuhan, atau dalam bahasa Nasrani disebut dengan istilah trinitas. Oleh karenanya, bagi beliau pernikahan seperti ini dilarang dan diharamakan di dalam Islam.

Lebih detil lagi, bahwa ayat di atas termasuk ayat Madaniyah yang per­tama kali turun dan membawa pesan khusus kepada orang-orang Muslim agar tidak menikahi wanita musyrik atau sebalik­nya. Imam Muhammad al-Razi dalam al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib menyebut bahwa ayat tersebut sebagai ayat-ayat permulaan yang secara eksplisit menjelaskan hal-hal-yang dihalalkan (ma yuhallu) dan hal-hal yang dilarang (ma yuhramu). Dan, menikahi orang musyrik merupakan salah satu perintah Tuhan dalam kategori haram.

Hadirin, cara baca terhadap ayat di atas sehingga serta-merta menjabarkan bahwa pernikahan dengan non-muslim hukumnya haram adalah dengan metode literal dan runtut riwayat. Cara pandang seperti ini dikarenakan sebagian masyarakat muslim masih beranggapan bahwa yang termasuk dalam kategori musyrik adalah semua non-muslim, termasuk diantaranya keumuman Kristen dan Yahudi. Namun, pertanyaan yang perlu dikemukakan adalah bagaimanakah penjelasan tentang ahlul kitab dalam hal ini ? mengenai hal tersebut, Allah swt telah berfirman di dalam surat al-Ma`idah ayat 5 :

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا ءَاتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ {المائدة : 5}

 Artinya : “Dan dihalalkan mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.” [QS. al-Ma`idah : 5]

Hadirin Rahimakumullah.

John Penrice di dalam A Dictionary and Glossary of The Koran; Silsilah al-Bayan fi Manaqib al-Qur’an menjelaskan bahwa secara literal kata ahl yang terdiri dari huruf alif, ha’, dan lam mengandung pengertian masyarakat atau komunitas. Dengan demikian, jika kata ahl digabungkan dengan al-kitab maka menurut Muhammad Galib di dalam Ahl al-Kitab; Makna dan Cakupannya, ia bermakna komunitas atau kelompok pemeluk agama yang memiliki kitab suci yang diwahyukan oleh Allah swt kepada nabi dan rasul-Nya.

Hadirin, mengenai terma ahl al-kitab, al-Qur’an telah menyebutnya sebanyak 31 kali yang tersebar di tujuh surat-surat madaniyah (yakni al-Baqarah, Ali Imran, al-Nisa’, al-Maidah, al-Ahzab, al-Hadid, dan al-Hasyr) dan dua surat makiyyah (yakni al-Ankabut dan al-Bayinah). Penyebutan ahl al-kitab yang lebih banyak terdapat dalam surat-surat madaniyah ini secara historis-sosiologis disebabkan karena kontak umat Islam dengan ahl al-kitab lebih banyak terjadi pada saat Nabi Muhammad saw berada di Madinah. Oleh karenanya, bagi Quraish Shihab ayat di atas memang betul membolehkan pernikahan antar pria muslim dengan wanita ahl al-kitab, tetapi izin tersebut adalah sebagai jalan keluar kebutuhan mendesak ketika itu, di mana kaum muslimin sering berpergian jauh melaksanakan jihad tanpa mampu kembali ke keluarga mereka, sekaligus juga untuk tujuan dakwah. Akan tetapi setelah Khalifah Umar bin Khathab ra melarangnya maka hukum menikahi merekapun dilarang.

Pendapat tersebut di dasarkan pada riwayat Umar ibn Khaththab yang memerintahkan kepada para sahabat yang beristri ahli kitab untuk menceraikannya, lalu para sahabat mematuhinya kecuali Huzaifah. Maka Umar memerintahkan kedua kalinya kepada Huzaifah “ceraikanlah ia” lalu Huzaifah berkata kepada Umar “Maukah engkau menjadi saksi bahwa menikahi perempuan ahli kitab itu adalah haram?” Umar menjawab “ia akan menjadi fitnah, ceraikanlah”, kemudian Huzaifah mengulangi permintaan tersebut, namun jawab Umar “ia adalah fitnah”. Akhirnya Huzaifah berkata, “sungguhnya aku tahu ia adalah fitnah tetapi ia halal bagiku”. Dan setelah Huzaifah meninggalkan Umar, barulah ia mentalaq istrinya. Demikian penjelasan Ibnu Qudama` di dalam Kitab al-Mughni.

Hadirin Sidang Jum’at yang Berbahagia.

Adapun di Indonesia, pada tahun 2004 muncul Counter Legal Draft (CLD) Kompilasi Hukum Islam yang diarahkan menjadi Rencana Undang-Undang (RUU) Hukum Perkawinan Islam oleh Musdah Mulia dkk yang tergabung dalam Tim Pengarusutamaan Gender Departemen Agama dan mendapatkan mandat langsung dari negara, di mana isi pokoknya lebih banyak penentangan terhadap local wisdom seperti diperbolehkannya nikah beda agama dll., sehingga memunculkan polemik di masyarakat bahkan pengharaman dari para ulama’ karena dianggap liberal, dan akhirnya Menteri Agama pada saat itu Maftuh Basyuni harus membekukan bahkan membubarkan tim kerja tersebut.

Hadirin, pengharam nikah beda agama di Indonesia ini, di dasarkan pada pasal 40 huruf c Kompilasi Hukum Islam yang menetapkan bahwa perkawinan seorang pria Islam dilarang dengan wanita yang tidak beragama Islam. Adapun posisi pemerintah untuk menghilang­kan perbedaan dan menjaga kemaslahatan ini adalah merupakan hak yang melekat padanya sehingga mempunyai kewenangan, karena kaidah fiqh telah menjelaskan :

تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة

Artinya : “tindakan Imam terhadap rakyat ini harus berkaitan dengan kemaslahatan”.

Larangan pemerintah terhadap perkawinan beda agama ini, semata-mata untuk menjaga keutuhan kebahagiaan rumah tangga dan ‘aqidah keberagamannya. Dengan demikian, jika dilaksanakan maka visi dan misi sebuah perkawinan yakni terciptanya sakinah, mawaddah dan rahmah akan terwujud.

Pada akhirnya melalui akhir khutbah jum’at ini kami tegaskan bahwa pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, pasangan yang beda agama mungkin dapat memperoleh sakinah dan mawaddah dalam rumah tanggganya, akan tetapi rahmat Allah puncak visi dan misi perkawinan akan sulit untuk diraih.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَِّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لَِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Tinggalkan komentar